Senin, 11 Oktober 2021

Sampah dan Umar

 Ketika Umar masih mengaji di salah satu mushola yang ada di dekat rumah, saya kerap mengantar dan menjemput Umar dikarenakan mushola itu terdapat di gang seberang dan saat itu Umar usianya masih sekitar 4-5 tahun. 


Gang tersebut bisa dibilang gang yang padat penduduk. Jarak antara rumah di sebelah kanan dan kiri terkadang hanya dibatasi oleh tembok yang digunakan bersama (bukan double dinding). Pun jarak antara rumah yang terletak berhadapan tidak ada sampai 3 meter, mungkin sekitar 2 meter (hanya muat untuk motor berpapasan, itupun salah satu harus mengalah). Jarang terlihat warga yang memiliki tempat sampah di depan rumahnya, biasanya sampah rumah tangga yang ada dimasukan ke dalam plastik dan dibuang ke pembuangan sampah yang ada di setiap kelurahan masing-masing.


Suatu hari, turun hujan lebat, dan dengan semangat membara saya memaksakan diri agar Umar tetap datang mengaji. Prinsip saya, selama bukan sakit, sekolah harus tetap jalan. Saya jalan sembari menggandeng Umar melewati rumah warga yang ada. Umar kecil yang masih polos dan sudah dibiasakan untuk membuang sampah di tempat sampah pun menemui sebuah realita yang membuat dia bertanya-tanya.


Di saat hujan turun dengan sangat deras, aliran air di dalam got yang mengalir di depan rumah wargapun juga menjadi mengalir dengan deras, di saat itulah warga dengan sigap membuang sampah-sampah rumah tangga yang mereka punya. Tidak hanya 1 orang, tapi ada sampai 3-4 orang melakukan hal yang sama. 


Umar menyeletuk "ummi, kok mereka buang sampah ke got?", "Ummi, mereka gak punya tempat sampah ya, kita beliin ummi", di depan wajah pelakunya. Saya hanya berharap suara hujan menutupi suara Umar kecil yang penuh dengan rasa ingin tahu itu. Kemudian sekitar 1 tahun setelahnya, saya menyadari kenyataan bahwa tidak semua orang memiliki keleluasaan rezeki, waktu dan tenaga untuk sekedar bisa mengelola sampah rumah tangganya. Entah tidak bisa membayar tenaga petugas kebersihan atau membeli tempat sampah, tidak memiliki waktu untuk membuang sampah ke tempat pembuangan setiap hari, atau tidak memiliki tenaga untuk datang ke tempat pembuangan karena jaraknya yang jauh dari rumah masing-masing (fyi, membuang sampah ke tempat pembuangan, selama itu sampah rumah tangga sifatnya gratis, bisa berkantong-kantong, nanti sampahnya akan langsung diangkut oleh truk-truk sampah) . 


Jadi selama fakta ini masih banyak terjadi di dalam masyarakat, dengan edukasi sebanyak apapun, jika kondisinya memang tidak memungkinkan dan tanpa adanya kemauan keras, maka fenomena sampah menumpuk di kali dan sungai, mau dibersihkan serutin apapun oleh dinas setempat, maka akan selalu ada sampah di kali dan sungai. Sedih. Semoga kita semua bisa menjadi bagian dari solusi permasalahan sampah ini dan bisa memberikan lingkungan yang lebih sehat dan layak huni untuk anak cucu keturunan kita kelak. Amin yra



Tidak ada komentar:

Posting Komentar