Senin, 14 Januari 2013

RENCANA TAHUN 2013 DI DALAM PEKERJAAN




Selagi masih agak santai, saya ingin menuliskan beberapa capaian yang mau saya capai pada tahun 2013 ini. Tahun lalu, saya tidak mendeskripsikan secara detail apa yang ingin saya capai tahun 2012. Saat ini denga melihat adanya peluang untuk maju dalam hal karier (jiahhh), karena saya melihat peluang untuk menjadi pejabat fungsional. Dalam hal ini menjadi widyaiswara, pengajarnya PNS. Cakep kan? Sebenarnya tidak istimewa, karena sejak awal saya mendaftar untuk jabatan fungsional widyaiswara di BPSDMP Kementerian Perhubungan, bukan sebagai analis kepegawaian di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Tapi Alhamdulillah juga saya ditempatkan disini. Karena info-info seputar diklat, beasiswa dan hal-hal terkait isu-isu kepegawaian terbaru dapat diperoleh dengan mudah dan cepat. Hehe

Gak usah berpanjang lebar deh, ini adalah rencana saya untuk menjadi widyaiswara yang unggul dalam tahun-tahun ke depan. Jika Allah Swt mengizinkan dan suami mengizinkan, maka saya mau berkarier sebagai widyaiswara dengan capaian tertinggi menjadi widyaiswara utama dengan pangkat dan golongan ruang Pembina Utama (IV/e) dalam kurun waktu 20 tahun. Selepas itu, saya berniat untuk mengundurkan diri sebagai PNS. 

Inilah bagan singkat yang ingin saya capai :
No
Golongan Ruang
Angka Kredit yang harus dicapai
Selisih angka kredit yang harus dicapai
Target
(dalam tahun)
1.
III/a
100
50
1
2.
III/b
150
50
1
3.
III/c
200
100
2
4.
III/d
300
100
2
5.
IV/a
400
150
2
6.
IV/b
550
150
2
7.
IV/c
700
150
2
8.
IV/d
850
200
3
9.
IV/e
1050



Demikian gambaran saya, sehingga dalam 15 tahun saya bisa mencapai target golongan ruang menjadi IV/e. Semoga Allah Swt memberikan jalan.
Selain itu, saya memiliki target diklat yang ingin saya ikuti selama tahun 2013, yaitu :
1. Diklat Analis Kepegawaian
2. Diklat Perencanaan Transportasi
3. Diklat Keselamatan Transportasi
4. Diklat Teknik Transportasi Perhubungan Laut (TTPL)
5. Diklat Teknik Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)
6. Diklat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ)
Semoga saja bisa terwujud. Semoga suami mau memberikan izin. Biar angka kreditnya juga semakin banyak ya.. hehe..etapi, katanya kalo ikut diklat TTPL itu bayar loh, mihil juga dan diklatnya padat, hehe, tp semoga masih bisa dapet kesempatan deh.. wish me luck ya

HIKMAH DIBALIK REMUNERASI



Entah kenapa setiap kali saya selesai mengikuti suatu diklat, akan ada perubahan yang cukup drastis dalam rutinistas pekerjaan saya di kantor. Pertama kali ikut diklat prajabatan, saya dipindah ke urusan lain, meski masih dalam satu unit yang sama. Bahkan itu terjadi ketika saya masih dalam posisi menjalani pendidikan dan pelatihan.  Kedua kalinya adalah ketika saya selesai mengikuti diklat calon widyaiswara. Sesampainya di kantor, saya mendengar kabar, bahwa instansi tempat saya bekerja akan mengalami remunerasi pada awal tahun 2013. Yang konsekuensinya adalah harus datang lebih awal dan pulang lebih sore. 
Lalu apa masalahnya? Sewaktu saya masih belum memiliki anak, hal itu tidak menjadi masalah. Toh saya terbiasa disiplin. Datang sesuai peraturan dan pulang sesuai peraturan, meskipun yang lainnya tidak ada yang berperilaku demikian. Meskipun tidak ada kompensasi atas disiplin yang saya lakukan. Tapiiii.. menjadi masalah ketika saya akhirnya menyesuaikan diri, datang seselesainya pekerjaan di rumah dan pulang ketika mayoritas ibu-ibu sudah pulang. Saya berani melakukan hal tersebut, karena saya menyadari bahwa pekerjaan saya dalam satu hari tersebut saya pastikan sudah terselesaikan ketika saya pulang. Jadi saya pulang juga menggunakan perhitungan. Dan hampir setiap hari saya menargetkan pekerjaan apa saja yang harus selesai setiap harinya. Sekarang, sejak tanggal 2 Januari 2013, hal tersebut tidak bisa saya lakukan lagi. Tidak bisa datang jam 8 dan tidak bisa pulang jam 3. Harus absen dan harus berebutan lift serta harus lari-larian mengejar jemputan. Harus rela keluar rumah tanpa melihat Umar membuka mata. Harus iklhas ketika Umar menuntut waktu lebih dengan tidur lebih malam daripada sebelumnya. Disiplin yang mahal. Berbeda jauh dengan harapan ketika ingin menjadi PNS. Wanita enaknya jadi PNS, waktunya fleksibel. Sekarang itu hanya tagline belaka. Sedih.


Tapi jangan melihat sesuatu hanya berdasarkan ketidaknyamanan yang kita rasakan, atau yang kita persepsi sebagai derita kita. Sebenarnya saya masih lebih beruntung dibandingkan yang lain. Karena rumah Mertua ada di pusat kota, sehingga hanya butuh 20 menit saja naik ojeg pada pagi hari. Sementara orang-orang harus berkejaran dengan waktu di pagi hari, berangkat subuh dan pulang lepas magrib bagi yang bertempat tinggal di luar Jakarta. Pada point ini seharusnya saya bersyukur. Bersyukur di tengah macetnya Jakarta, rumah saya terbilang dekat dengan kantor. 

Syukur yang kedua, adalah ketika saya menyadari, ini adalah bentuk melatih disiplin pegawai. Saya masuk sebagai PNS ingin mengabdi kepada Negara. Bullshit. Tp sedikit banyak, saya mau jadi seseorang yang punya kontribusi untuk Negara, meskipun tidak akan berpengaruh banyak. Saya miris ketika masuk ke dalam instansi ini, tp dengan adanya remunerasi semoga aja budaya kerja instansi ini dapat lebih tertata. Setidaknya sudah ada keadilan sekarang, meskipun sedikit. Yang datang dan pulang sesuai jam yang berlaku pada aturan yang ada, maka akan mendapatkan kompensasi yang sesuai, meskipun tidak jelas selama jam kerja itu dia melakukan pekerjaan yang seharusnya atau tidak. 

Syukur ketiga adalah semakin banyak orang yang melaksanakan ibadah sunnah dan wajib tepat pada waktunya. Sholat dhuha menjadi sering, karena menganggap daripada waktu terbuang percuma tanpa melakukan apapun. Sholat Dzuhur jadi lebih ramai, karena berjamaah dan ditambah dengan sholat rawatib yang mengiringinnya. Begitu pula dengan sholat Ashar. Subhanallah. Jadi meskipun terasa berat, tapi saya rasa memang inilah yang terbaik untuk dilakukan pada saat ini. PR yang selanjutnya adalah bagaimana mensiasati macetnya jalan di Jakarta, agar waktu bersama keluarga tidka semakin tersita hanya karena terlalu lama menghabiskan waktu di jalan. Dan ini salah satu PR pula bagi insane perhubungan. Siapakah yang bisa menjawab tantangan dan permasalahan ini? Kita lihat saja siap. Wallahu alam.ggal di l

                                                                                                         

Sabtu, 05 Januari 2013

Anakku, Investasiku!




Ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, saya masih ingat benar bahwa saya sudah meniatkan diri saya untuk menikah cepat, dan yagn terpenting dari semua itu adalah, saya ingin memiliki anak secepat mungkin. Cepat yang tidak sembrono, cepat yang terencana dan terarah. Saya tidak mau anak saya kelak tumbuh menjadi anak yang tertekan dan merasa tidak beruntung, seperti perasaan yang saya rasakan ketika itu. Apa yang saya rasakan ketika saya masih anak-anak dan tumbuh dewasa tidak akan saya beberkan saat ini. Karena saya sedang tidak ingin berfokus pada pengalaman masa kecil saya, melainkan saya sedang ingin berfokus pada apa yang saya harapkan terjadi pada anak-anak saya kelak.

Saya ingin beranjak. Lalu apa sebab saya ingin memiliki anak secepatnya, bahkan ketika saya masih duduk di bangku SMP sudah menginginkan hal tersebut? Karena saya tahu secara sadar, bahwa mendidik anak itu bukanlah hal yang mudah. Saya mendapatkan insight tersebut berdasarkan pengalaman yang saya alami sendiri. Bagaimana interaksi saya dengan orang tua saya, dan juga interaksi teman-teman sebaya saya dan lingkungan sekitar saya dengan orang tua dan orang lain. Saya sadar, semakin maju sebuah peradaban, tidak bisa dipungkiri maka semakin sulit pula dan semakin banyak tantangan dalam mendidik anak.

Bukan pesimis, tapi saya adalah orang yang realistis, jika saya memiliki anak pada usia yang sudah cukup lanjut menurut persepsi saya sendiri pada saat itu, maka akan dibutuhkan energy yang besar untuk mendidik anak saya kelak. Usia yang beranjak senja secara otomatis tingkat kebugaran dan kekuatan fisik akan menurun. Faktor kebugaran dan kekuatan fisik memang bukan penentu utama keberhasilan dalam mendidik seorang anak. Tapi ketika seseorang sudah mengalami kelelahan fisik yang diakibatkan oleh menuanya tubuh, maka akan mempengaruhi bagaimana tingkat pengelolaan emosi dan permasalah psikologis lainnya. Itu yang saya yakini. Jadi saya berkesimpulan bahwa semakin muda usia ketika memiliki anak maka akan semakin baik.

Hal ini semakin diperdalam oleh pemahaman agama yang saya peroleh secara tidak sengaja. Saya bukanlah orang yang sholihah sebagaimana mungkin dipersepsikan oleh sebagian orang yang tidak mengenal masa lalu saya. Tapi saya juga tidak sebejat apa yang dipikirkan orang-orang ketika seandainya saya mengucapkan hal tersebut kepada orang yang baru pertama kali mengenal saya. Saya akui, pemahaman agama saya terhadap agama yang saya yakini terbilang cukup untuk anak seumur saya pada masanya. Lebih mungkin. Meskipun saya tidak juga secara sadar menunaikan kewajiban sholat lima waktu sampai dengan tahun 2008. Namun di luar keengganan dan sifat buruk saya tersebut, saya berusaha untuk terus belajar, setidaknya saya cukup rajin untuk membaca buku-buku agama, hal yang sudah saya lakukan sejak masih duduk di Sekolah Dasar. Saya tahu bahwa semakin menuju pada akhir jaman, maka mendidik anak akan semakin sulit. Anak-anak akhir jaman, memiliki ketertarikan yang lebih kuat pada dunia, dan tidak mementingkan permasalahan akhirat. Mereka terancam lupa pada Tuhan dan RasulNya. Dan saya tidak ingin anak dan cucu serta keturunan saya menjadi salah satu yang bernasip demikian. Nauzubillah mindzalik.

Hal tersebut yang mendasari keinginan saya untuk menikah cepat dan segera memiliki momongan. Alhamdulillah, di tengah berbagai keterbatasan dan kelemahan yang dimiliki orang tua saya, mereka memberikan izin, restu, doa, usaha dan kepercayaan ketika saya menyatakan keinginan saya untuk menikah dengan suami saya. Allah Swt Maha Mendengar dan Maha Tahu apa yang paling baik untuk hambaNya. Termasuk pada diri saya. Tanpa terduga, Allah mendengar keinginan masa kecil saya, dan mengabulkannya dengan cara yang sampai sekarang mungkin selalu saya pikirkan dan saya syukuri. Apapun itu, Allah Yang Maha Baik memberikan saya banyak rezeki meskipun masih kerap kali saya lalai kepadaNya. Tanpa menunggu waktu yang lama, 9 bulan setelah saya menikah, saya telah memiliki momongan. Anak yang insya Allah akan menjadi penyejuk mata dan menjadi orang yang taat kepada Allah Swt dan Rasul Muhammad Saw. Dan saat ini di usia yang kedua puluh lima tahun, Allah kembali mempercayakan mahluknya untuk berada dalam rahim saya. Investasi saya. Ya anak-anakku adalah investasiku. Investasi dunia akhirat. Sejauh mana saya bisa mendidiknya untuk menjadi seseorang yang bermanfaat bagi ummat dan menjadi orang yang bertakwa itulah tantangan yang akan dan harus saya hadapi. Semoga Allah Swt senantiasa memberikan kemudahan bagi saya dan suami untuk membesarkan, mendidik dan merawat anak-anak kami dengan penuh kesabaran dan rasa syukur. Amin ya rabbalalamin.