Beberapa hari ini saya berusaha menyempatkan diri untuk
berkeliling ke rumah rekan ataupun sekedar bertemu di tempat tertentu yang
sudah disepakati sebelumya. Dalam perjalanan menuju tempat tersebut,
Alhamdulillah karena saya tidak memiliki kemampuan untuk mengendarai motor
ataupun mobil, maka pilihan moda trasnportasi saya jatuh pada kereta, bis
trasnjakarta, ojeg ataupun angkot.
Karena kebetulan tempat yang saya kunjungi dapat diakses
dengan kereta, maka moda trasnportasi yang saya gunakan adalah kereta. Aman,
cepat, mudah dan murah. Tapi bukan berarti naik kereta tidak dengan perjuangan.
Terlebih ketika waktu yang kita sepakti sudah dekat dan tidak ada alternative lain
selain kereta. Pernah suatu kali, saya harus berlarian, atau bahkan memanjat
tembok dengan posisi kereta berada di depan saya, demi naik ke dalam kereta itu
karena saya harus mengejar waktu agar saya tidak telat datang ke pertemuan yang
sudah saya sepakati waktunya. Tindakan yang cenderung tidak nyaman untuk kita
lakukan.
Kalau dipikir-pikir buat apa saya berlarian, kan cukup sms
atau whatsapp atau telp orang yang bersangkutan, bilang saja kita telat. Buat apa
saya harus manjat tembok, bak sedang berolahraga di gym, padahal kita bisa saja
tunggu keretanya lewat dan kita naik kereta selanjutnya?
Jawabannya, jika kita bisa berusaha lebih, jika kita bisa
mengoptimalkan kemampuan diri kita, kenapa kita harus menunggu lama untuk
mencapai tujuan kita?
Kalau akhirnya kereta yang seharusnya bisa kita naiki,
akhirnya sudah berangkat dan kereta yang berikutnya baru tiba 1 jam kemudian? Apakah
kita akan pasrah dengan keadaan?
Silogisme yang sama bisa kita gunakan dalam berbagai aspek
kehidupan kita. Apakah kita akan terus merasa bahwa kondisi Negara yang kacau
balau lah yang menjadikan kondisi keuangan kita menjadi kacau juga? Pakah kita
hanya bisa merutuki keadaan dengan melemparkan semua ketidakberuntungan kita
kepada pihak di luar diri kita?
Kenapa semua ini bisa terjadi? Apakah justru
sebenarnya, keadaan kita saat ini adalah karena kita terlalu nyaman ada di
tempat kita saat ini dan akhirnya kita terlambat mengambil kendali atas hidup
kita sendiri? Mengeluh tidak akan pernah membawa kita beranjak ke mana pun,
kecuali justru membuat kita jatuh ke dalam kerusakan hati yang akan sulit
diobati. Kehidupan ekonomi kita tidak akan pernah menjadi baik, jika kita tidak
berusaha sama sekali? Menyerahkan semua keadaan pada Tuhan saja? Bukankah Tuhan
tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika mereka pun tidak berusaha untuk
mengubahnya?
Sekarang, jawabannya ada di dalam relung hati kita
masing-masing. Ingin berada pada kereta dengan usaha yang jauh lebih keras disbanding
orang lain, atau cukup menjadi penonton dan membiarkan keretanya pergi bersama
dengan kesuksesan yang seharusnya sudah ada di depan mata.
Salam
Rina Puspitaningrum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar